Rabu, 01 April 2020

Cerita para tenaga medis saat menangani covid 19

Cerita tenaga medis saat menangani covid 19
Oleh Riski arbani

Para petugas medis menjadi prajurit terdepan 'memerangi' virus corona. Mereka berhadapan langsung dengan pasien yang terjangkit virus Covid-19.
Di tengah keterbatasan alat dan fasilitas kesehatan, para petugas medis amat rawan terpapar virus corona.
Buktinya, di DKI Jakarta saja ada 81 tenaga kesehatan positif mengidap virus tersebut.
Bahkan, hingga 22 Maret lalu, setidaknya enam dokter dan perawat meninggal dunia akibat terpapar virus corona.
Namun, walau berrisiko terpapar virus dan minimnya alat kesehatan, mereka terus bersemangat untuk bekerja memberikan pelayanan dan pengobatan kepada para pasien.
Berikut cerita-cerita para petugas medis yang dirangkum oleh BBC News Indonesia.

Suster Afit: Tetap kasih ASI meski jauh dari keluarga

Image copyrightYOUTUBESuster Afit merawat pasien positif virus corona di RS Wisma Atlet.
Image captionSuster Afit merawat pasien positif virus corona di RS Wisma Atlet.
Afit kini bekerja sebagai suster merawat pasien Covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran.
Ia mengabadikan dan membagikan hari-hari yang dilewati kepada masyarakat melalui Youtube.
Para tenaga medis di Wisma Atlet diharuskan tinggal di tempat khusus yang disediakan dan jauh dari keluarga.
Untuk mengobati rasa rindunya, ia selalu membawa baju anaknya yang masih membutuhkan air susu ibu (ASI).
"Alhamdulilah pagi ini sudah dapat susu (ASI) untuk anak saya di rumah, about sixty or something . Yah, tidak apa namanya juga ibu pekerja, yang ibu-ibu karier di luar sana juga tahu kalau kita ada sedikit gangguan akan berpengaruh sama produksi ASI kita," kata Afit.
Menurut Afit, ASI yang sudah dikumpulkan kemudian dijemput sang suami. Ia pun hanya bisa berbicara dan bertatap muka dari kejauhan dengan suami, tanpa bisa berpelukan melepas rindu.
"Salam buat Aro (anak) yaa, makasih Momo (suami)," kata Afit sambil menatap suami berjalan meninggalkannya.

Dokter Debryna: Hampir 10 jam dibalut alat pelindung diri

Image copyrightINSTAGRAMDokter Debryna Dewi harus mengenakan APD hingga 10 jam saat bertugas di RS Wisma Atlet.
Image captionDokter Debryna Dewi harus mengenakan APD hingga 10 jam saat bertugas di RS Wisma Atlet.
Alat pelindung diri (APD) bagi para petugas medis merupakan pertahanan utama dalam menangkal Covid-19.
Alat itu seperti masker, kacamata pelindung, pakaian pelindung tubuh 'hazmat', dan sarung tangan.
Debryna Dewi bekerja sebagai dokter di RS Wisma Atlet. Lewat Instagram, ia menceritakan kesulitan yang dihadapi.
Pertama, kata Debryna, para dokter harus mengenakan APD hampir sepuluh jam.
"Bagaimana kalau lapar, haus dan lainnya? Bagi yang sudah biasa puasa akan oke sih. Tapi untuk menahan pipis itu susah sih. Kalau saya sih mentalnya belum kuat untuk pakai popok. Jadi saya berusaha menahan sekuat mungkin," kata Debryna.
Ia melanjutkan, para petugas medis pun selalu was-was jika pakaian pelindung tubuh yang bolong.
"Ada keparnoan kalau ada bolong sedikit saja, parno gitu kan, jadi benar-benar keep checking ke teman, Jika ada yang sobek terus langsung diselotip. Itu sebenarnya agak ribet karena tiap kali lihat bolong langsung cari selotip dan pasang dulu," ujarnya.
Menurut Debryna, selama bekerja di Wisma Atlet, para petugas medis tinggal di sana, tidak boleh ke mana-mana dan akan dikarantina 14 hari jika tugasnya selesai.
Tidak lupa, ia juga bercerita tentang makanan darurat atau ransum yang disumbangkan oleh Ikatan Dokter Indonesia.
Ia menceritakan bagaimana makan dan rasa ransum.
"Jadi masaknya di dalam kotak ini, ada nasinya juga. Terus ini rasa nasi sambel goreng daging. Jadi di dalamnya ada dagingnya. Enak kok, beneran enak saya tidak bohong," ujar Debryna yang selalu tersenyum.
Image copyrightANTARA FOTOPerawat mengenakan pakaian Alat Pelindung Diri baju hazmat (Hazardous Material) menuju kamar isolasi khusus RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur.
Image captionPerawat mengenakan pakaian Alat Pelindung Diri baju hazmat (Hazardous Material) menuju kamar isolasi khusus RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur.
Apa yang dirindukan Debryna?
Ia mengaku kangen dengan keadaan dunia seperti dulu, seperti jalan-jalan ke luar dan mengunjungi restoran yang baru buka.
"Virus itu tidak bisa dilihat, bahkan waktu masuk dalam tubuh kita saja kita tidak tahu. Sampai akhirnya kita tiba-tiba sakit dan menular. Terus terang waktu teman-teman saya tanya bagaimana rasanya mau masuk ke Wisma Atlet itu, saya takut sih."
Ia pun berpesan ke pada masyarakat untuk tinggal di rumah, dan jaga jarak.
"Kami, tenaga medis, istilahnya bagaimana cara meminimalisasikan apa yang sudah terjadi. Pasien yang sudah terinfeksi bagaimana caranya supaya dia bisa terselamatkan. Tapi poinnya di sini kan, bagaimana tidak bisa tersebar?"

Dokter Dicki: Dilema sebagai petugas medis

Image copyrightWHATSAAPDokter spesialis paru-paru Dicki Harnanda mengungkapkan ketiadaaan alat cek virus corona di salah satu rumah sakit di Cirebon.
Image captionDokter spesialis paru-paru Dicki Harnanda mengungkapkan ketiadaaan alat cek virus corona.
Di Cirebon, Dicki yang berprofesi sebagai dokter ahli paru menceritakan dilema yang dihadapi saat memeriksa pasien corona.
"Ketika melakukan pemeriksaan pasien itu rasanya tidak aman, takut, merasa kasihan dengan pasien. Tapi kami juga memikirkan bagaimana keluarga kita di rumah kalau misalkan kita ada apa-apa," kata Dicki melalui aplikasi Whatsapp.
Dicki pun mengungkapkan kurangnya fasilitas kesehatan yang dimiliki rumah sakit.
Menurutnya, sangat sulit untuk melakukan tes swab karena alatnya tidak ada, dan tidak ada pula tempat penyimpanan spesimen (TM).
"Bahkan rapid tes yang dijanjikan pun sebenarnya sampai saat ini kami belum dapat, padahal itu sangat dibutuhkan bagi kami."
Image copyrightWHATSAAPDokter paru-paru Dicki Harnanda mengenakan alat pelindung diri saat bertugas.
Image captionDokter paru-paru Dicki Harnanda mengenakan alat pelindung diri saat bertugas.
Dicki mengungkapkan para pasien di Cirebon adalah mereka yang datang dari luar kota, terdapat setidaknya empat pasien dalam pengawasan (PDP).
Dalam Twitter-nya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa dalam delapan hari terakhir ada 876 bus antarprovinsi yang membawa 14 ribuan penumpang dari Jabodetabek ke provinsi lain.
Jumlah itu, kata Jokowi, belum termasuk mereka yang menggunakan kereta api, kapal, pesawat dan mobil pribadi. "Mobilitas orang sebesar itu sangat berisiko memperluas penyebaran COvid 19."

Pemerintah distribusikan hampir 200 ribu APD

Image copyrightANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHARuang isolasi di RSUD Bung Karno, Solo, Jawa Tengah, Jumat (27/03).
Image captionRuang isolasi di RSUD Bung Karno, Solo, Jawa Tengah, Jumat (27/03).
Berdasarkan laporan dari Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, per tanggal 31 Maret 2020, pemerintah telah mendistribusikan lebih dari 191.000 APD ke seluruh rumah sakit di Indonesia yang menangani kasus Covid-19.
"Masker bedah sudah lebih dari 12 juta kita distribusikan. Masker N-95 lebih dari 133 ribu telah didistribusikan ke seluruh masyarakat. Seluruh RS rujukan telah disiapkan bahkan RS darurat yang melaksanakan kegiatan rawat-an pun telah kita aktifkan," kata Yurianto
"Kemudian ratusan ribu rapid diagnotis test sudah dibagikan dan terus dilakukan tes screening sehingga bisa dilakukan dengan maksimal."
Dalam keterangan pers Selasa (31/03) Yurianto menyatakan terjadi penambahan kasus positif baru sebanyak 114 kasus sehingga total menjadi 1.528 kasus di Indonesia.
Terdapat enam pasien yang sembuh sehingga menjadi 81 orang sembuh.
Dan ada 18 kasus kematian baru sehingga total 136 orang meninggal.
Sebelumnya, Achmad Yurianto, menyebutkan, RS rujukan nasional yang disiapkan pemerintah telah menambah ruang isolasi sampai dengan 1.967 ruangan untuk perawatan sedang hingga berat.
Kemudian, RS Wisma Atlet yang sudah dioperasionalkan sudah merawat inap 411 pasien.
Sumber:BBC
Kunjungi blog lainya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar